Oleh: Achmad Fanani Rosyidi, Manager Program YIIM
“We have to get out of this mindset that the rich will do the business and the poor will have the charity” (Muhammad Yunus)
Pandemi Covid 19 yang telah menghantam Indonesia kurang lebih 1,5 tahun, memberikan banyak pelajaran kepada kita. Pandemi menjadi panggilan peringatan dini (early wake up call) yang menyadarkan kita bahwa banyak sektor kehidupan ternyata rapuh, salah satu sektor yang rapuh adalah ketahanan ekonomi khususnya ekonomi masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya pada pada upah bulanan namun kemudian terkena pemutusan hubungan kerja.
Tentu kita tidak memungkiri sektor ekonomi dari hulu sampai hilir sedang menghadapi kendala serius sehingga berujung pada efisiensi dan pengurangan tenaga kerja.
Melihat dampak ekonomi akibat pandemi Covid 19 khususnya kepada para pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), solusi apa yang ditawarkan oleh Yayasan Inspirasi Indonesia Membangun (YIIM)?
Apakah kewirausahaan sosial yang menjadi prinspin pemberdayaan ekonomi YIIM mampu memberi contoh (evidence based practice) untuk menjawab persoalan ini?
Membangkitkan Sektor UMKM
Salah satu solusi yang pernah dikampanyekan oleh pemerintah untuk menjawab persoalan ini adalah gagasan kehidupan normal baru atau new normal. Gagasan ini telah diperkenalkan secara global dibanyak negara agar masyarakat dapat bangkit dari keterpurukan akibat pandemi.
Indonesia adalah salah satu negara yang memulai menerapkan gagasan normal baru tersebut agar masyarakat dan dunia usaha dapat kembali produktif namun dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Namun demikian, sektor dunia usaha tetap mengalami pukulan akibat pandemi. Pukulan pertama dirasakan pada triwulan II, pertumbuhan ekonomi jatuh pada minus 5,32%, dimana sebelumnya pada triwulan I masih dikisaran positif 2,9%. Meskipun begitu dibandingkan negara-negara lain Indonesia termasuk negara yang bisa menstabilkan pertumbuhan ekonominya.
Namun, angka kasus kematian dan positif covid-19 yang tinggi di Indonesia patut menjadi perhatian. Apalagi ancaman gelombang kedua serangan pandemi di caturwulan di bulan Juni dan Juli 2021 telah ada didepan mata saat ini. Data menunjukkan sejak 24 Juni 2021, jumlah harian positif Covid-19 terus berada diatas angka 20.000 kasus. Hingga pada tanggal 30 Juni 2021, total menjadi 2.178.272 kasus (pikiran-rakyat.com).
Imbasnya, Pemerintah telah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegaiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di wilayah Jawa-Bali dari tanggal 3-20 Juli 2021, bisa dibilang peraturan pembatasan yang lebih ketat dari sebelumnya. Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam sektor ekonomi Indonesia yang tadinya oleh para pakar yang diprediksi akan membaik.
Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, potret ini menjadi momok yang paling menakutkan, karena dengan adanya fakta buruk tersebut tentunya akan berdampak pada makin berkurangnya lapangan pekerjaan. Faktanya memang begitu, menurut data Badan Pusat Statistika (BPS), pada februari 2021 misalnya, tingkat pengangguran terbuka meningkat sebesar 6,26 persen. Jumlah ini meningkat 1,82 juta orang dibandingkan Februari 2020 lalu.
Bahkan, menurut Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa terdapat empat sektor yang paling tertekan akibat pandemi Covid-19 yaitu rumah tangga, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), korporasi, dan sektor keuangan. Pertumbuhan ekonomi pun diprediksi akan mengalami kontraksi (republika.co.id).
Maka dari itu sektor UMKM penting menjadi concern banyak pihak. Pasalnya, UMKM selain menjadi roda utama perputaran ekonomi masyarakat kecil menengah juga sebagai motor penyelamat ekonomi negara. Sekali lagi, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia ada di sektor UMKM. Dan, sekitar 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berasal dari kontribusi UMKM.
Menariknya dibalik banyaknya berita negatif kisah perjuangan pelaku usaha bertahan di era pandemi, ada pula success story yang membuat harapan masyarakat tetap terjaga. Perjuangan para pekerja yang tadinya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi perintis UMKM menjadi kabar baik.
Seperti yang dialami oleh salah satu pekerja terkena PHK, Regina, seorang pekerja guru vokal anak berkebutuhan khusus selama 3 tahun harus di PHK tepat pada hari pernikahannya. Ingin bangkit dari musibah ia mencari cara untuk mendapatkan penghasilan hingga ia sukses mendirikan usaha hair towel yang ia beri nama Fellas for Hair. Ia mengaku tidak sendirian dengan turut membantu sesama dengan mempekerjakan orang-orang yang juga terdampak oleh pandemi (fimela.com).
YIIM, UMKM dan pekerja Terkena PHK
YIIM adalah sebuah lembaga nirlaba yang juga memiliki misi mencetak sebanyak-banyak wirausahawan sosial. Prinsip kewirausahaan sosial sebagaimana disebutkan oleh Zadek dan Thake “Menciptakan nilai sosial daripada menciptakan kekayaan pribadi maupun pemegang saham, yang karakteristiknya diwarnai oleh faktor inovasi yang mampu mengatasi beragam masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat” (Zadek dan Thake, 1997)
Dalam mengaktualisasikan prinsip kewirausahaan sosial, YIIM memberikan pelatihan kewirausahaan kepada para pekerja terkena PHK akibat ketidak stabilan ekonomi di masa pandemi, dengan tujuan mendidik mereka menjadi seorang wirausahawan yang mampu berdikari dan memiliki daya saing serta berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi mikro. Melalui pelatihan enam skill wirausaha seperti Cuci AC, Barista Kopi, Barber, Tata rias, Sablon, dan kuliner; pendampingan, dan bantuan modal usaha.
Salah satu dari sekian banyak alumni pelatihan yaitu Ali Muchtar misalnya, buruh di restoran swasta yang menjadi tulang punggung anak istri ter-PHK akibat pandemi. Setelah mengikuti pelatihan service cuci AC dan bantuan modal usaha dari YIIM, Ali beralih menjadi pelaku UMKM membuka usaha mandiri bernama ‘CSA Teknis’. Kini usahanya mulai berkembang dan dia mampu memiliki pendapatan 2 juta per bulan. Dan ia percaya berawal dari kecil, ia akan memperbesar jangkauan usahanya (yiim.or.id).
Kemudian, ada juga Matsani seorang mantan sopir pribadi yang terkena PHK karena pandemi. Akibat hal itu, ia kehilangan pemasukan untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Setelah mengikuti magang dan pembinaan barber dari YIIM, Matsani memberanikan diri mengajukan bantuan usaha dan membuka barber sendiri dengan nama “Pangkas Rambut Rafatar Meskipun ia mengakui awal memulai sangat sulit akibat pandemi, namun ia mencoba memanfaatkan ruang digital untuk promosi, akhirnya upayanya membuahkan hasil. ”. Kini usahanya terus berkembang dan dalam sebulan ia dapat mengumpulkan omzet sebesar 2 Juta (sindonews).
Selain nama Ali Muchtar dan Matsani, ada nama-nama lain yang tak kalah gigih dalam berjuang ditengah keterbatasan akibat pandemi seperti Isnaini Ikhsan Hasan seorang mantan buruh pabrik yang ter-PHK, setelah mengikuti pelatihan membuka usaha Service Cuci AC “Ar Rayan Teknik”. Selanjutnya Muslih Ridwan dengan usahanya “Mie Iwan”; Fransisca Natalia P.S dengan usahanya “Kedai Kopi Sisca”; dan masih banyak lagi.
Solusi Kewirausahaan Sosial
Program pelatihan kewirausahaan sosial, sesungguhnya tidak muncul dari ruang kosong. YIIM sendiri bekerjasama dengan PT Insight Investments Management memang memiliki visi dan misi yang sama dalam bingkai program pemberdayaan ekonomi masyarakat. YIIM menganggap penting untuk menjadikan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai dasar visi dan misi dalam melaksanakan program-program kerjanya.
Khususnya dalam SDGs nomor 1 tentang tujuan tanpa kemiskinan; nomor 8 tujuan pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi; dan nomor 10 tentang berkurangnya kesenjangan. YIIM, mengimpelentasi tujuan SDGs tersebut didalam program 6 pelatihan skill kewirausahaan sosial bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Sebut saja Cuci AC, Barista Kopi, Barber, Tata rias, Sablon, dan kuliner.
Dalam program kewirausahaan sosial, YIIM mendorong para alumni pelatihan ini memiliki visi yang menggabungkan antara motivasi benefit dengan profit. Artinya tidak hanya mencari untung tapi juga bisa berbagi ilmu secara gratis, lapangan kerja bagi pengangguran, bermitra dengan usaha kecil lain, dan memberdayakan belanja produk lokal. Gerakan ini sesungguhnya yang sangat dibutuhkan ditengah kondisi ekonomi sulit akibat pandemi.
Menariknya, para alumni pelatihan kewirausahaan YIIM dengan sukarela melaksanakan kegiatan berbagi seperti pada bulan Ramadhan tahun 2021 kemarin dengan tema “Inspirasi Ramadhan untuk Kemanusiaan”. Meskipun ditengah keterbatasan, para alumni rela menyisihkan sedikit rejekinya seperti membagikan takjil dari produk kuliner usaha mereka, mengadakan cuci AC gratis di Masjid, dan mengadakan cukur rambut gratis. Kemudian, alumni juga dengan totalitas membagi kemampuan skill berwirausaha kepada kalangan umum dengan mengadakan pelatihan online seperti Alpijar (alumni barista/owner doepanroemah Kopi) & Fransisca (alumni/Kedai Kopis Sasca) membagikan pelatihan online skill barista; Regina Cahyani (alumni tata rias/owner @gitaaacmsmakeup) dengan pelatihan online tata rias; dan syaifulloh (alumni barber/owner Maxximal Barbershop/pelatih bersertifikat BNSP) dengan pelatihan online barber.
Dari potret yang penulis paparkan diatas, setidaknya bisa menjadi kisah yang menginspirasi serta membuka mata masyarakat indonesia bahwa banyak hal positif yang masih ada ditengah keterpurukan nasib banyak orang akibat pandemi. YIIM percaya dengan intervensi program kewirausahaan sosial dan kisah-kisah sukses yang bisa digali didalamnya dapat menjadi tenaga positif masyarakat untuk tetap bangkit, meskipun kondisi ekonomi tengah sulit.**